Tiga Dinasty kekaisaran China telah menjadi penanda sejarah lahirnya Bantaeng. Kabupaten yang berada 120 KM dari Makassar ini, menetapkan hari lahirnya pada tanggal 7 Bulan 12 Tahun 1254. Tahun dimana Wayne A. Bougas, seorang arkeolog Amerika membuktikannya dengan temuan keramik yang berasal dari dinasti Sung yang berkuasa di daratan Cina tahun 960-1279. Selain Dinasti Sung, juga ditemukan keramik yang berasal dari Dinasti Yuan (1279-1368)
![]() |
Lokasi Wisata Sejarah Gua Batu Ejayya, tempat ditemukannya berbagai artefak sejarah |
Adapun dinasti Ming, menandai kehadirannya dengan sebuah guci yang didalamnya terdapat bongkahan emas murni. Guci itu, kini masih terlihat di kubah Masjid Tua Tompong yang dibangun 1887 oleh Raja Bantaeng, Karaeng Panawang. Guci dari dinasti Ming yang telah mengukuhkan penyatuan Cina ini, dibawah sendiri oleh para pedagang Cina. Pedagamg Cina di Bantaeng, telah bermukim pertama kali, di sebuah kampung yang bernama Lembang Cina.
Selain keterkaitan dengan Cina ini, Bantaeng juga tercatat dalam ekspedisi Mahapatih Gaja Mada. Tahun 1254 dalam atlas sejarah Dr. Muhammad Yamin, telah dinyatakan wilayah Bantaeng sudah ada, ketika kerajaan Singosari dibawah pemerintahan Raja Kertanegara memperluas wilayahnya ke daerah timur Nusantara untuk menjalin hubungan niaga pada tahun 1254-1292. Bantaeng tercatat dalam kitab negarakertagama dengan sebutan “buttayya ri bantayang”.
Bantaeng dulu, memang adalah pelabuhan tempat singgahnya kapal-kapal niaga. Penentuan autentik Peta Singosari ini jelas membuktikan Bantaeng sudah ada dan eksis ketika itu. Bahkan menurut Prof. Nurudin Syahadat, Bantaeng sudah ada sejak tahun 500 masehi, sehingga dijuluki Butta Toa atau Tanah Tua (Tanah bersejarah).
1296880358886828025
![]() |
Kompleks Pekuburan Cina di Jalan Poros Bantaeng-Bulukumba |
Raja ini memiliki seorang putri yang kembali menceritakan ke generasi saat ini, bahwa Bantaeng juga, bisa jadi bertalian kerabat dengan kaisar China. Apa betul?
Versi lain dari sejarah mengatakan bahwa yang menikahi Dala, putri Raja Massniaga adalah seorang pangeran dari Cina (Salam 1997: 24). Pernikahan ini dikaruniai kelahiran anak bernama Karaeng Loe. Kelahiran Karaeng Loe yang menjadi cikal bakal raja-raja Bantaeng, diperingati setiap pada 10 Sya’ban di tiap tahunnya dan disebut upacara Pa’jukukang. Hal ini memungkinkan, karena Karaeng Loe sendiri memerintah pada tahun 1293 – 1332, dimana dinasti Sung ketika itu sudah berkuasa di daratan cina mulai tahun 960M.
Versi lainnya lagi, adalah ketika Sawerigading, salah satu tokoh utama dalam epos terpanjang di dunia, La Galigo. Pangeran kerajaan Luwu ini, mengunjungi Bantaeng dan berlabuh di Nipa-Nipa, pantai Pa’jukukang, saat ini berada di jalan poros Bantaeng-Bulukumba. Di hari keempat, Sawerigading kemudian naik menuju Gantarang Keke, sebuah perbukitan di Kecamatan Gantarang Keke saat ini. Di sini, Sawerigading menikahi Dala, putri Bantaeng. Kerjaan Luwu sendiri adalah kerajaan tertua yang ada di Sulawesi Selatan.
Saweregading sebagai leluhur suku Bugis, sebagaimana dituliskan ditulis Cristian Pelras dalam ‘Manusia Bugis’, juga lekat dikisahkan perantauannya ke negeri Cina untuk meminang We Cudai yang dalam cerita itu sesungguhnya adalah saudara kandung dari Saweregading sendiri. Jikalau ini benar adanya, maka keterhubungan silsilah antara kekaisaran Cina dan Raja-Raja Bantaeng, menarik untuk dikaji kembali.
12968802351892900021
Sedikit Potret Tentang Bantaeng.......................Terlepas dari kebenaran sejarah ini, eksistensi etnis Tionghoa telah menandakan bahwa pembauran Cina dan etnis pribumi baik melalui berdagangan dan berkawinan sudah ada sejak dahulu. Entah mengapa, saat sekarang ini apalagi di jaman Soeharto Etnis Cina terkesan ekslusif dan terasa sulit berbaur dengan pribumi. Kesenjangan social berkenaan dengan etnis ke tiga terbesar di Indonesia ini, telah berbuah kerusuhan di Makassar, yang saya saksikan sendiri dengan tatapan ngeri pada tahun 1997.
Di Bantaeng, terdapat pekuburan Cina, kampung cina dan pasar yang didominasi oleh etnis yang memang ahli dalam hal perdagangan. Berbaur dengan penduduk lokal sangat jarang terlihat, walau demikian etnis Tionghoa ini berjasa menggerakkan perekonomian Bantaeng. Keramahan etnis Tionghoa, itu sudah pasti. Mana ada pedagang yang tidak ramah kepada pembelinya.
Gozal adalah kenalan pertama saya dari etnis Tionghoa, yang berdagang bahan bangunan di Toko Pelita Jaya, Pasar Baru, Bantaeng. Gozal baik hati, harga barangnya murah dan juga pernah mengutangi saya lima zak semen karena ketika itu uang saya tidak cukup. Istrinya juga ramah, dan tentu cantik seperti kebanyakan saudara sebangsa kita dari etnis Tionghoa ini.

Sebagai orang yang bermukim di Bantaeng sekitar 5 (lima) tahun yang lalu, saya mengenal Bantaeng sangat kaya budaya, negeri elok dengan banyak lokasi wisata, mungil tetapi cantik berhiaskan pantai, pegunungan dan daratan. Sayur, Ikan, beras serta buah-buahan sangat mudah dan murah ditemui dan dibeli di tempat ini. Satu lagi, di sini ada perkebunan strawberry.(**.kompasiana.**)
0 komentar:
Posting Komentar